Penakutnya Malaysia dan Segelintir Penjilatnya
Ada baiknya anda tarik nafas dulu dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan-lahan, lalu mulailah membaca artikel ini. Ada kemungkinan tulisan ini akan menyesak di perasaan anda. Bukan karena kata - katanya yang terlampau sengit, tapi mungkin kata-kata di dalamnya adalah nyata dan tidak bisa anda tolak.
Malaysia, tak usah dijabarkan lagi. Kemarahan rakyat (yang mana?) kepada mereka sudah di ubun-ubun. parahnya lagi klimaks dari kemarahan yang selama ini dipendam tampaknya sudah tidak bisa ditawar lagi. Tragedi demi tragedi datang silih berganti mengguncang kesabaran yang memang tiada berbatas. Ya, kesabaran itu tiada batas. Kesabaran itu layaknya air mata. Ia harus ada meski tanpa tangis.
Tampaknya Malaysia memang tidak bisa dikasih hati. Mereka harus diberi pelajaran muatan lokal tentang moral agar tahu bagaimana cara menghormati tetangga. Pelajaran sebelumnya tak pernah diindahkan oleh mereka. Dan untuk memberitahu mereka cara sopan santun perlu diadakan shock therapy. Implikasinya adalah mereka tak akan lagi berani mengklaim kekayaan budaya Indonesia dan tak akan berani lagi mencomot jengkal demi jengkal wilayah NKRI.
Menyatakan perang kepada Malaysia bukanlah suatu hal yang negatif. Wacana perang bisa berbentuk perang nyata dan perang dingin seperti pemutusan hubungan diplomatik. Ini akan menjadi ukuran seberapa besar kecintaan rakyat kepada negeri ini dan seberapa jauh nyali Malaysia. Selama ini yang ada hanyalah mendiam-diamkan masalah. Masalah dibiarkan menumpuk dan akhirnya dingin dan menguap begitu saja tanpa ada status yang jelas. Bahkan kompasiana sendiri kini telah menutup rubrik khusus perbincangan Indonesia-Malaysia ini. Cased closed. Jelas, masalah yang sama rentan akan terulang kembali.
Indonesia juga bukan kumpulan orang gila yang maniak perang, masyarakat Indonesia juga ingin hidup rukun bertetangga dalam damai. Tapi kalau ada yang mengganggu kedaulatan, jelas ini bukan perkara enteng.
Malaysia ini memang negeri yang aneh. Awalnya mereka mencari gara-gara, kemudian setelah Indonesia tersentak. Mereka pura-pura tidak tahu. Lempar batu sembunyi tangan. Tipikal pengecut yang tak tahu malu. Dan ujung dari semua itu timbul gejolak seperti boikot produk Malaysia dan pembakaran bendera Malaysia.
Warga Malaysia protes, tapi tak ada yang berani membakar bendera Indonesia. Namun karena tak membakar bendera Indonesia, dikatakanlah mereka beradab dan bermoral. Opini baru terbentuk bahwa Malaysia lebih mengedepankan jalur santun daripada anarkis. Lalu kenapa kesantunan itu tidak diterapkan jauh hari sebelum rakyat Indonesia meradang dengan tingkah mereka?
Segelintir Penjilat
Kata penjilat belakangan ini sempat populer, namun perlahan meredup. Bagi yang merasa kata penjilat itu memang ada, maka kali ini saya akan kembali menghidupkannya ke dalam hubungan Indonesia - Malaysia yang entah bagaimana bentuknya ini.
Status Indonesia - Malaysia kini kembali dalam keadaan tak jelas. Pidato SBY yang sama sekali tak masuk ke inti permasalahan membuat rakyat semakin geram. Rakyat Indonesia bukan menuntut SBY untuk menyatakan perang, seperti uraian diatas. Bangsa Indoensia bukan psikopat yang gila perang. Rakyat hanya ingin menunjukkan kalau SBY menunjukkan bahwa negara yang dipimpinnya ini sederajat dengan Malaysia. Negara yang tak ingin diganggu. Tak lebih.
Ironisnya ada segelintir orang-orang yang memang mengeruk keuntungan di hubungan Indonesia-Malaysia ini. Mereka menjelma menjadi penjilat yang sama sekali tak tahu malu. Lebih memalukan daripada Malaysia yang lempar batu sembunyi tangan. Nasionalisme yang bisa diganti dengan 5 ringgit. Tak segan-segan memuji Malaysia di hadapan kawan sebangsa. Berapa sih penjilat itu dibayar Malaysia ?
Opini yang mereka (para penjilat) bentuk adalah dengan mengatakan kalau Indonesia harus memaafkan Malaysia. Bah, apa Malaysia ada minta maaf. Kemudian mereka bilang diamkan dan biarkan saja. Bah, sampai kapan? emang ini yang pertama ya?
Open Comments
Close Comments
Posting Komentar untuk "Penakutnya Malaysia dan Segelintir Penjilatnya"
Komenlah dengan bijak
Curhat Cinta