Salah kaprah Terhadap Orang Batak
Salah kaprah #01:
Batak itu sebenarnya bukan suku, tapi sebuah klan (kalo gak salah sih). Ada lima suku yang terdapat dalam klan Batak, yakni Tapanuli, Karo, Simalungun, Mandailing, dan Pak Pak (bukan Pakpahan, lho. Pak Pak adalah suku, sedangkan Pakpahan adalah salah satu marga pada suku batak tapanuli).
Salah kaprah #02:
Di Sumatera Utara sendiri, yang disebut sebagai “suku batak” HANYA suku Tapanuli (biasa juga disebut batak toba). Sedangkan suku-suku batak lainnya (Karo, Mandailing, Simalungun, dan Pak Pak), tidak pernah disebut sebagai Batak. Entah kenapa, orang-orang batak non-tapanulis ini tidak bersedia disebut sebagai “orang batak”. Bagi mereka, batak itu HANYA identik dengan Tapanuli atau Toba. Selain itu, tidak!
Saya sendiri, ketika dulu masih tinggal di Sumatera Utara, tidak pernah menyebut diri saya sebagai orang Batak. Baru setelah merantau ke Jawa, saya selalu mengenalkan diri sebagai orang batak. Kenapa? Ini cuma demi alasan kepraktisan saja. Kalau saya mengaku sebagai “orang karo”, orang akan bertanya tanya: apa itu karo? dari mana? dan sebagainya. Jadi agar pembicaraan tidak panjang dan bertele-tele, lebih baik mengaku sebagai orang batak saja. Beres!
Salah kaprah #03:
Orang selalu mengidentikkan ‘batak’ dengan kata-kata Horas, Bah, dan sebagainya. Padahal kata-kata seperti ini HANYA terdapat pada bahasa tapanuli. Pada suku batak lainnya (termasuk batak karo), bahasanya sudah berbeda. Jadi, saya sebenarnya sering kali merasa geli ketika ada orang yang menyapa saya dengan horas atau bah!
Perlu diketahui, perbedaan bahasa pada suku-buku batak tidaklah seperti perbedaan bahasa pada suku jawa. Orang solo dan orang surabaya, walau banyak bahasanya yang berbeda, namun mereka masih tetap saling mengerti jika ngobrol dengan bahasa masing-masing. Namun, pada bahasa batak tidaklah demikian. Bahasanya benar-benar berbeda. Jika misalnya ada orang tapanuli ngobrol dengan orang karo, mereka harus menggunakan bahasa indonesia agar bisa saling mengerti.
Salah kaprah #04:
Dalam hal berbahasa, orang batak tapanuli biasa mengucapkan huruf e pepet (seperti pada kata-kata lemah, pecah, sekadar, dst), menjadi e taling (seperti pada kata-kata pendek, belok, dst). Kebiasaan ini tidak berlaku pada suku batak lainnya. Dan lucunya, ketika ada orang yang tahu bahwa saya orang batak, mereka langsung menyapa saya dengan meniru kebiasaan orang batak tapanuli tersebut. Saya terpaksa tersenyum geli, karena saya orang batak karo. Dan dalam bahasa batak karo, hal-hal seperti ini sama sekali tidak dikenal.
Salah kaprah #05:
Saya seringkali jengkel karena sering ditanyai seperti ini:
“Marga Panjaitan itu islam atau kristen?”
“Nasution itu islam atau kristen?”
“Ginting itu islam atau kristen?”
Saya pikir, tidak ada hubungan antara marga dengan agama atau kepercayaan apapun. Marga adalah “warisan” yang diperoleh oleh setiap orang batak sejak ia lahir, dan tidak bisa diubah sampai kapan pun. Sedangkan agama/keyakinan adalah hak setiap individu. Mereka bisa pindah agama kapan saja mereka mau.
Jadi, pertanyaan seperti itu sebenarnya sangat tidak relevan. Memang sih, ada kecenderungan bahwa sebagian besar suku Batak Mandailing beragama islam, dan sebagai besar suku batak lainnya beragama kristen. Tapi dalam hal-hal seperti ini, kita tentu tidak bisa melakukan generalisasi.
Saya misalnya. Sebagian besar suku Batak Karo adalah beragama kristen. Tapi saya dan seluruh keluarga saya beragama islam. Demikian pula Bapak Tifatul Sembiring yang masih satu suku dengan saya (Batak Karo).
Salah kaprah #06:
Banyak orang yang mengira bahwa suku asli di sumatera utara hanyalah orang batak. Padahal, tidaklah demikian. Ada tiga suku asli yang berasal dari sumatera utara:
1. Batak (yang terbagi atas lima suku).
2. Melayu Deli yang sebagian besar beragama Islam.
3. Nias.
Perlu diketahui pula bahwa warga sumatera utara tidak mayoritas beragama kristen (seperti yang diduga banyak orang). Menurut sensus yang pernah saya baca, 60 persen penduduk sumatera utara justru beragama islam.
Salah kaprah #07:
Banyak orang yang mengira bahwa penduduk asli di Medan (maksudnya kota Medan) adalah orang Batak. Ini adalah salah kaprah yang cukup kronis. Medan dan daerah-daerah di sekitarnya adalah termasuk wilayah Deli, dan penduduk aslinya adalah suku Melayu Deli.
Suku Batak sendiri berasal dari daerah-daerah lain.
Batak Mandailing misalnya, berasal dari Kabupaten Tapanuli Selatan (ibukotanya Padang Sidempuan) dan sekitarnya. Lokasinya dekat dengan Sumatera Barat. Mungkin inilah sebabnya, mayoritas suku Mandailing beragama Islam.
Batak Tapanuli/Toba berasal dari daerah yang cukup luas, mencakup Kabupaten Tapanuli Tengah dan Tapanuli Utara.
Batak Karo berasal dari Kabupaten Karo yang lokasinya sudah dekat dengan Propinsi Nangroe Aceh Darussalam, khususnya kabupaten Aceh Tenggara.
Batak Simalungun berasal dari Kabupaten Simalungun dan sekitarnya.
Batak Pakpak berasal dari kabupaten Dairi dan sekitarnya.
Memang, secara umum, kota Medan saat ini banyak dihuni oleh orang Batak. Tapi ini bukan berarti penduduk asli Medan adalah orang Batak. Sebagai analogi, Jakarta dihuni oleh orang-orang yang berasal dari beragam etnis dan kebangsaan, namun penduduk aslinya adalah orang Betawi.
Semoga bermanfaat dan maaf kalau ada yang tidak berkenan.
Sumber:
Alamat asal : jonru.multiply.com dengan penggubaban seperlunya.
Sumber:
Alamat asal : jonru.multiply.com dengan penggubaban seperlunya.
Open Comments
Close Comments
2 komentar untuk "Salah kaprah Terhadap Orang Batak"
Selain itu Medan punya bahasa yg campur aduk, unik lah.. This is Medan, Bro! (Ini Medan Bung!) haha..
Mantap postingannya, sesama org medan jgn segan2 mampir Penthink
Komenlah dengan bijak
Curhat Cinta