Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Menjadi Gay Itu, Kenikmatan yang Tak Bisa Ditolak

Menjadi Gay Itu, Kenikmatan yang Tak Bisa Ditolak

Tok..Tok..Tok..
Pintu kamarku di ketuk.
“siapa?” aku bertanya dari dalam
“aku” sahut dari luar.

Aku buka pintu. Benar tebakanku. Dia datang lagi. Seorang teman yang telah lama menjadi seorang biseks. Tiga bulan lebih kami tidak ketemu. Katanya selama itu dia ada di kampungnya karena sakit.
“ada apa?” tanyaku

“Pinjam komputer dong, mau edit data nih” katanya dengan suara sedikit memelas.
“yaudah, pakai aja. Masukin Flashdisk awas kesetrum ya!” aku mengingatkan.
” eh copot.. copot.. copot..” latahnya ketika sedikit kena setrum lewat kabel komputer. Aku memang malas merawat komputer itu. Rasanya lebih eksotis kalau ada setrum-setruman sedikit saat memakainya.
Setelah selesai, dia mengajakku keliling mencari jajanan pinggir jalan. Sebenarnya aku malas karena ngantuk dan di luar gerimis. Tapi karena sudah lama tidak ketemu, ya mau gimana lagi. Gimanapun keadaannya, dia adalah temanku.

Temanku ini, seperti yang sudah pernah aku ceritakan sebelumnya, memiliki kelainan sejak ia masih SMP dan berlanjut ke SMA hingga bangku kuliah. Berulang kali aku mengingatkannya agar tidak terus mengurusi hawa nafsu. Merubah jalur hidupnya yang menurutku dan menurut mayoritas orang-orang, sebagai kelakuan yang menyimpang. Tapi selalu dia mempunyai alasan kalau itu hanya sementara.

Dia pikir aku percaya.
Kelainannya itu sudah dinikmatinya sejak lama. Dan tak terlihat dari dirinya kalau dia ingin berubah. Lebih parahnya, perlahan ketertarikannya pada wanita semakin pudar. Tak pernah matanya jelalatan melihat wanita yang memakai rok mini. Tapi jangan tanya bila ia melihat cowok tampan. Ia bisa geregetan sendiri. Aku semakin geli dan risih di dekatnya. Untungnya sedari awal mengenalnya aku sudah mengingatkan kalau aku cowok 100%. Kalau dia berani menyentuh atau menggoda aku, aku tak akan mau lagi berteman dengannya.

“Mas.. tau nggak, sekarang kami udah serumah. Dia itu perhatian banget samaku. Wuih.. sekarang kami juga mengelola keuangan rumah bersama. Kayak suami istri lah pokoknya” cerocosnya dengan bangga di atas sepeda motor kami yang tengah melaju. Aku diam saja. Aku tahu, ini sudah pacar lelakinya yang entah nomor berapa. Hubungannya dengan pacar-pacarnya memang selalu singkat-singkat. Ada yang sehari, dua hari, seminggu atau one night stand. Apa memang mereka begitu semua, bisikku dalam hati.

Di warung tempat kami makan jajanan itu aku menjadi seperti di tempat pengasingan. Bagaimana tidak, ternyata 90% adalah para Gay. Mereka saling lirik dengan genit. Aku mual dan hendak muntah. Banyak orang bilang kalau Gay itu bisa menular. Tapi nyatanya sekarang makin lama bergaul dengan mereka aku bukannya tertular. Aku malah menjadi mual. Mual dan muak.

“cunok banget tuh cowok ya mas..” bisiknya padaku.
“apaan tuh cunok?”
“ganteng, cakep” jawabnya. 

**

Membaca berita dari kompasdotcom tadi, dimana Q Film Festial ingin memutar Film bertema Gay dan Lesbian di beberapa tempat. Aku jadi teringat lagi pada temanku tadi. Kadang aku kasihan melihatnya. Penyimpangan itu bukanlah keinginannya. Dia mengalami penyimpangan setelah menjadi korban penyimpangan.

Saya memang tak memiliki ilmu di bidang seks atau masalah gay, homo, biseks, heteroseks dan lesbian. Tapi saya sering berada di tengah komunitas mereka. Entah hal apa saja yang membuat saya sampai kesitu. Dari penuturan mereka yang saya kenal. Mereka menjadi menyimpang karena telah mendapat penyimpangan di masa lalunya. Seperti contoh, anak yang pernah disodomi oleh seorang gay dewasa akan cenderung berbuat hal yang sama di masa dewasanya. Dia akan terpancing untuk melakukan hal yang sama.

Jadi, bagi anda para orang tua yang memiliki anak lelaki usia SD sampai SMA, perhatikan lah pergaulan mereka. Bila anda mencurigai ada salah seorang temannya yang lebih tua sebagai seorang yang menyimpang, sebaiknya beri anak anda proteksi lebih. Bisa saja anak tersebut akan menjadi korban. Caranya bisa kembali ke orang tua masing-masing. Terpenting, orang dengan perilaku menyimpang tak sepantasnya dibenci atau dijauhi.

Terkait dengan berita kompas tadi, saya melihat tindakan FPI mencegah pemutaran film tersebut sebagai salah yang perlu di dukung. Namun ada hal yang lebih baik dilakukan yakni pencegahan terjadinya perilaku penyimpangan itu sendiri. Awalilah dari orang-orang disekitar kita, sanak saudara kita. Agar mereka tidak terjerumus lebih dalam. Sekali lagi, seorang yang pernah menjadi korban akan cenderung balas dendam ke orang lain.

Menjadi Gay itu, bila dibiarkan, akan menjadi kenikmatan yang tak bisa ditolak. Kenapa? karena sulit mengetahui seseorang itu gay atau tidak. Seperti beberapa pasang yang saya kenal. Mereka tinggal serumah, tidak ada yang curiga. Padahal sebenarnya mereka adalah pasangan. Lumayan kalau tingkah mereka seperti waria, kita bisa langsung menebak. Parahnya banyak dari mereka yang penampilan macho tapi aslinya watita (wanita bukan wanita).

Dengan kondisi seperti itu, mereka akan cenderung bebas bermesum ria. Di kost-an, kontrakan, apartemen dlsb. Berbagi kenikmatan tanpa ada yang curiga.
Kali ini saya mendukung tindakan FPI.
Open Comments

1 komentar untuk "Menjadi Gay Itu, Kenikmatan yang Tak Bisa Ditolak"

Anonim 20 Januari 2014 pukul 22.43 Hapus Komentar
salah. sama seperti apakah anda bisa memilih jenis kelamin anda saat lahir di dunia? atau apakah anda bisa memilih untuk lahir sebagai anak dari presiden RI? jawabannya tidak. sama seperti gay, menjadi gay bukanlah pilihan. mungkin banyak orang mengatakan hal tersebut dosa karena mereka hanya jijik dan tidak bisa menerima hal tsb. bukankah Tuhan dari segala agama mengajarkan untuk saling mengasihi sesama kaum manusia? apakah Tuhan dari segala agama pernah mengajarkan untuk mengutuk kaum gay?