Tifatul Dibuang?
PKS (Partai Keadilan Sejahtera) merupakan partai koalisi Demokrat yang sempat mendapat olok-olok ketika pasca pemilu 2009 lalu. Bagaimana tidak, saat itu PKS tampak linglung dan tak tahu arah. Mereka tampak bingung apakah harus menyatu dengan sang penguasa suara (baca:Partai Demokrat), atau mengambil jalan lain. Olok-olok muncul ketika partai Islami ini dituding hanya ingin menaikkan posisi tawar partainya. Mereka ingin memasukkan kadernya sebanyak mungkin ke dalam kabinet pimpinan SBY. Gertak menggertak dilancarkan secara halus untuk menarik perhatian sang Bos.
Sebenarnya masyarakat sudah tahu, jika akhirnya PKS pasti akan kembali menyatu dengan Demokrat. PKS belum mampu untuk menciptakan diri menjadi oposisi. Dan pada akhirnya terbukti benar, lobi-lobi politik lah yang bekerja dibalik layar. Penguasa yang haus kekuasaan harus bagi-bagi jatah. Idealisme dan rasa malu coba dikesampingkan untuk sementara (atau bahkan selamanya). PKS yang semula tampak begitu tegar berdiri di kakinya, akhirnya takluk di kaki kursi kekuasaan.
Ya memang panggung politik tampil menjadi lawakan yang sangat khas. Adalah satu kenaifan untuk bertanya kenapa orang-orang menjadi tidak tahu malu saat dihadapkan kepada tampuk kekuasaan. Kenapa tokoh-tokoh yang awalnya bersuara lantang tapi menjadi senyap ketika dilempar kursi empuk. Ya, lawakan itu memang lucu meski tak segar.
Akhirnya Tifatul Sembiring (Saat itu presiden PKS) masuk dan menjadi bagian dari program SBY. Tifatul sembiring menjabat Menkominfo. Banyak kalangan menilai kalau Tifatul tidak memiliki kapasitas yang cukup memadai di bidang ini. Banyak kalangan percaya bahwa pos yang ditempati oleh Tifatul adalah lobi politik balik layar yang telah dirundingkan untung ruginya dengan sang penguasa. Rakyat lagi-lagi hanya jadi penonton yang manis atas hak mutlak sang pemenang (SBY) dalam memilih pembantu-pembantunya.
“Kalau dengan background pendidikan, sesuai, tidak jauh-jauh amat. Pendidikan saya adalah di bidang manajemen informatika. Jadi, saya rasa sejalanlah,” ujarnya kala itu. (kompasdotcom) Sri Rahayu, Istri Tifatul juga sangat sumringah begitu mendengar pengumuman dari SBY kala itu. Sang istri berjanji akan mendukung sang suami dalam menjalani jabatannya lima tahun ke depan.
Setahun berlalu, di tengah arus demokrasi yang semakin menjanjikan kebebasan, aparatur negara pun tak segan-segan lagi melayangkan kritik pedas kepada sang pemimpin. SBY tampaknya paham betul dengan keadaan ini, kritik Suradji di halaman kompas menjadi bukti nyata bahwa selama ini SBY sedikit teledor menjaga kandangnya. Sehingga bawahannya bisa menusukkan jarum pedih ke ulu hatinya.
Untuk mencegah Adjie-adjie berikutnya, isu reshuffle kabinet pun ditiupkan untuk menjaga gawang. Kontan saja para pembantu SBY ketar ketir dengan berita ini. Salah satu pembantu yang diisukan bakal “dicabut” adalah Tifatul Sembiring. Mantan Presiden PKS yang telah lama menjadi teman akrab demokrat. Tifatul dinilai kurang sukses dalam mengemban amanat yang dialamatkan kepada dirinya.
Tifatul mengakui memang ada satu program yang tidak berjalan semestinya yakni e-pendidikan. Namun dia tak mengakui kalau hal itu mutlak kesalahannya.
“E-pendidikan kan ketentuan dari Jaica, Jepang. Ya, itu kan loan dari Jepang sehingga Jepang menentukan prosedur-prosedur tertentu untuk melaksanakan proyek itu sehingga telat satu bulan. Tapi sekarang kan sudah jalan,” kata Tifatul. (kompasdotcom).
Kita lihat saja perkembangannya jika akhirnya Tifatul memang diganti. Apakah PKS akan merajuk dan banting stir jadi pengkritik ? Atau mungkin ada jalan lain yang bisa ditawar meski kegagalan sudah jelas terpampang ? Akh politik memang menyisakan begitu banyak tanda tanya.
Open Comments
Close Comments
Posting Komentar untuk "Tifatul Dibuang?"
Komenlah dengan bijak
Curhat Cinta