1000 Tahun Soeharto dan 1000 Tahun SBY
1000 Tahun Soeharto
Di Negeri 1001 bencana ini, masyarakat harus banyak bersabar. Karena sesungguhnya orang yang sabar itu dikasihi Allah. Jangan katakan kalau penderitaan kita adalah yang terberat. Sebagai masyarakat yang berlandaskan pancasila, kita pasti tahu sila pertama yakni Ketuhanan yang maha Esa. Jadi, di agama, pasti kita diajarkan untuk bersabar seperti yang pernah dipercontohkan oleh nabi-nabi dahulu kala. Padahal kita sama tahu bahwa siksaan yang diterima oleh pembawa agama di zaman dulu sangat memilukan, baik siksaan fisik maupun bathin.
Seperti itu jugalah keadaan kita saat ini. Ada yang tidak makan, ada yang menjadi korban pelanggaran HAM, korban kekerasan, perkosaan dan lain-lain. Kita hanya bisa bersabar.
Kesabaran itu pantas kita pertebal. Karena orang yang dinilai bertanggung jawab dalam pelanggaran HAM saja masih diusulkan sebagai pahlawan. Ya, Soeharto yang telah memporak-porandakan negeri ini akan diangkat menjadi pahlawan nasional. Ada yang pro dan tidak sedikit yang kontra. Bagi yang setuju dengan usulan itu mesti dia tidak pernah disengsarakan oleh kepemimpinan Soeharto atau bahkan mengecap kenikmatan di saat itu. Bagi yang kontra tentu saja adalah mereka yang merasa hak-haknya dirampas, keluarganya dihilangkan secara paksa, aktivis yang sedikit vokal dan diculik dan korban-korban kasus pelanggaran HAM lainnya.
Selama masa kepemimpinan Soeharto hingga tahun 1998, Soeharto juga dianggap bertanggung jawab dalam kasus-kasus HAM lain seperti kasus Tanjung Priok (1984), Talangsari (1989), penculikan dan penghilangan paksa (1997/1998), hingga kerusuhan 1998. Korban lain yang menuntut keadilan terhadap perlakuan Soeharto adalah korban tragedi 1965-1966. Pada saat itu semua orang yang dinilai berkenaan dengan PKI akan dimusnahkan, sementara seluruh keturunannya akan terus mengalami diskriminasi dan perbedaan hak.
“Ini janggal karena persoalan HAM yang terkait Soeharto belum terselesaikan. Gelar pahlawan menyakitkan keluarga korban karena belum ada keadilan, sementara orang yang diduga pelaku justru diberi penghargaan,” ujar Wakil Koordinator KontraS, Indria Fernida, Minggu (17/10/2010) (kompas). Sementara di sisi lain yang mendukung gelar kepahlawanan bagi Soeharto juga tidak main-main.
Simak saja, wakil ketua DPR RI, Priyo Budi Santoso: “Karena selama ini beliau memimpin bangsa karena ada jasa besar dari dia dan tidak bisa dilupakan begitu saja hanya karena kejengkelan kita,” ucap Priyo. Padahal ini bukan hanya masalah kejengkelan seperti nenek-nenek yang dicuri mangganya oleh anak-anak nakal, tapi ini kasus berat yang melebihi batas kejengkelan.
Mantan ketua PBNU Hasyim Muzadi juga menjadi orang yang mendukung, “Soeharto pantas jadi pahlawan bukan karena tanpa kekeliruan, namun setiap zaman ada orangnya dan setiap orang ada zamannya” katanya.
Usul pemberian gelar kepahlawanan ini kembali muncul bersamaan berdekatan dengan 1000 hari wafatnya Soeharto. Hemat saja, mau 1000 hari ataupun seribu tahun, selama keadilan atas orang-orang yang haknya belum dikembalikan. Selama kejahatan yang dilakukan oleh Soeharto belum diadili, gelar kepahlawanan hanyalah semata untuk memuaskan “birahi” segelintir orang.
1000 Tahun SBY
Di tahun pertama, periode kedua pemerintahan SBY, janji tinggallah janji. Mau mengutuk bagaimanapun, ada saja alibi pemerintah kenapa janji yang dulu diumbar tidak bisa direalisasikan. Bagi yang menyesal karena telah memilih SBY di pemilu tahun lalu, ya sabarlah. Orang-orang tidak akan menyalahkan anda karena anda memilih ke orang yang salah.
Mengutip istilah Foke dengan kerak telornya, begitu jugalah dengan SBY. Semua itu butuh proses. Tidak instan seperti membuat kerak telor.
Di mata pengamat ekonomi politik dari Northwestern University, Amerika Serikat, Prof Jeffrey Winters, buruknya kinerja pemerintah tidak lepas dari sikap Presiden SBY dalam menjalankan pemerintahan. SBY dianggap lebih suka terlihat cantik, santun dan berambut rapi di depan kamera dibanding bekerja keras mengatasi persoalan-persoalan yang ada di Indonesia. (detikcom). Padahal dukungan 60% pemilih di pemilu lalu, seharusnya bisa dimanfaatkan oleh pemerintahan SBY untuk mengoptimalkan setiap kebijakan-kebijakannya. Atau memang 60% itu fiktif?
Jadi walaupun 1000 tahun negeri ini dipimpin oleh SBY dengan sistem dan politik pencitraan seperti saat ini. Maka tidak usah berharap banyak. Jangankan satu tahun, seribu tahun juga tidak cukup.
Jadi kuncinya adalah perbanyak sabar. Penjahat dijadikan pahlawan dan presiden tetap dengan sisirnya? biarkan saja. Innallaha ma’assobirin!!
Open Comments
Close Comments
Posting Komentar untuk "1000 Tahun Soeharto dan 1000 Tahun SBY"
Komenlah dengan bijak
Curhat Cinta