Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Syariat Islam Soal Wanita Pemimpin Negara, Bagaimana Sebetulnya?

Syariat Islam Soal Wanita Pemimpin Negara, Bagaimana Sebetulnya?

doc.Kompas images
sumber photo:doc.Kompas 
images

Melihat persoalan yang melanda negeri kita tidak kunjung habis-habisnya terbitlah “angan-angan” hadirnya sosok wanita berkualitas dalam memimpin negara kita di masa yang akan datang. Siapa tahu dibalik kelembuatan dan ketenangannya mengandung kekuatan seperti wanita bertangan besi yang pernah hadir di belantara dunia politik pemimpin negara yang pernah ada di jagad ini.

Mengapa wanita? Ya, wanita menurut saya bisa lebih sabar jika menghadapi segala hal. Wanita yang cerdas akan mengkritisi semua masalah dengan lugas, bahkan wanita yang tegar dapat menjadi wanita bertangan besi dalam menghadapi sebuah perkara yang memang harus dihadapi dengan cara keras.


Terlepas dari segala kelemahan dan kelebihan yang dimiliki seorang wanita ada baiknya negara kita memilih dan menunjuk wanita saja sebagai kepala negara untuk masa yang akan datang.

Akan tetapi idea dan gagasan ini  bisa saja “tersandung” oleh info yang saya baca dari seorang ustad dalam sebuah blog Hisbut Tahrir berikut ini:
“Terlepas dari perempuan itu mampu atau tidak mampu. Jelas sekali kan. Rasululloh dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari pernah bersabda, Lan yuflihal qaumun wallau amrahum imroatan (“tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusannya kepada perempuan”). Di situ ada celaan yang menjadi qarinah bahwa syariah melarang atau mengharamkan perempuan menjadi Presiden atau Kepala Negara.” (Ismail Yusanto, Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia tanggal 22 Desember 2008).
Menurut ustad Ismail Yusanto ini, masalah larangan ini bukan masalah Khilafiah dan bukan masalah ijtihad, tapi MURNI larangan. alasannya bahwa Hizbut Tahrir menyerukan kepada rakyat untuk memilih pemimpin yang baik yaitu pemimpin yang Muslim, laki-laki, ballig, adil, merdeka, memiliki kemampuan dan mau tunduk kepada syariah.

Akan tetapi, masih menurut kajian saya yang tidak mengerti apa-apa tentang hal ini namun hanya melihat kepada sejarah budaya islam dan sejarah pemimpin wanita yang ada di negeri ini dari zaman pra kemerdekaan hingga kini, sebetulnya sejak dahulu telah ada pemimpin-peminpin wanita walau dalam unit kecil dan skope lebih terbatas.

Katakanlah dalam konteks pemimpin perang, kita pernah dengarkan Cut Nya’Dhien. Kita juga kenal Laksamana Malahayati komandan perang armada maritim Aceh saat menghadapi portugis di Selat Malaka sekitar 1511. Ada juga Cut Meutia pahlawan wanita dari Aceh. Ke tiga mereka berasal dari Aceh yang notabene justru daerah yang erat dan kuat menganut syariat Islam, apalagi pada masa itu. Apakah mengangkat pemimpin angkatan perang wanita saat itu tidak dianggap melanggar syariat? Apakah tidak sampai sejauh itu “jangkauan” ilmu pengetahuan para alim ulama Aceh dalamkajian ini pada saat itu?.. Sangat tidak mungkin,bukan?

Kita juga pernah mendengar pahlawan wanita lainnya walau dalam ruanglingkup lebih kecil (bukan pemimpin negara) misalnya Nyi. Ageng Serang, Dewi Sartika (muslimah), Nyi Ahmad Dahlan (muslimah), Ny. Walandouw Maramis, Christina Martha Tiahohu, dan lainnya yang tidak dapat disebut satu persatu. Apakah pada saat itu tidak ada kajian mengenai hal ini atau pengetahuan alim ulama saat itu tidak sehebat saat ini? Tidak mungkin bukan?

Mari kita lihat dalam ruang lingkup yang lebih luas (pemimpin negara). Ada Benazir Butho dari Pakistan pernah menjadi Perdana Menteri Pakistan, sebuah negara yang sangat keras menjalankan syariat Islam. Apakah alim ulama Pakistan tidak memiliki jangkaun sejauh ini dalam masalah pemimpin negara atau pemerintahan wanita.?

Kemudian ada juga Sheikh Hasina Wajed, PM Bangladesh periode 2009 sampai saat ini. Sebelumnya juga ada Begum Khaleda Zia. Kedua mereka silih berganti memimpin Bangladesh sebuah negara yang mayoritas Muslim dan menerepkan syariat Islam dengan ketat. Apakah alim ulama di sana tidak memiliki kemampuan mendalam tentang hal ini?
Di negeri lainnya, Turki, meskipun disebut negeri sukuler, tapi ada Tansu Ciller yang beragama Islam menjadi PM Turki tahun 1993- 1996. Apakah alim ulama Turki tidak mampu menentang atau memberi masukan protes saat itu di Turki yang mayoritas Islam?

Tapi memang benar,.. di Negeri Arab manapun sendiri belum pernah ada dan TIdAK ADA wanita yang menjadi kepala negara atau kepala pemerintahan. Katakanlah di semenanjung Arab kebanyakan wilayahnya masih berupa kerajaan namun status sebagai ratu atau permaisuri (bukan ratu Baguinda ASA tentunya he..he..he) sedikit tidaknya bisa menjadi pemimpin dibalik layar bukan?

Wanita-wanita pemimpin negara dan pemerintahan hingga kini (2010)
Ellen Johnson Sirleaf, Predisen Liberia 2006 sampai sekarang
Luisa Dioggo, Presdien Mozambik baru saja dilantik Januari lalu sampai sekarang
Mari Kiviniemi, PM Findlandia sampaikarang
Mary Mc Aleese, Presiden Irlandia, sampai sekarang
Jo’hanaSigroardottir, Presiden Islandia sampai sekarang
Angela Merkel,Kanselir Jerman sampai sekarang
Jadranka Kosor, Presdien Kroasia sampai sekarang
Dalia Grybauskaite, Presiden Lithuania sampai sekarang
Doris Leuthard, Presiden Swiss sampai sekarang
Yulia Tymosenko, Presiden Ukraina sampai Maret 2010
Gloria Macapagal, Presiden Filipina sampai sekarang
Cristina Fernandez de Klirchner, Presiden Argentina sampai sekarang
Kamla Persad Blessessar, PM Trinidad dan Tobago sampai sekarang
Julia Gillard, PM Australia sampai sekarang.
Menyusul calon Presiden wanita dari Brazil dalam bulan Okotber ini…
Megawati Soekarno Putri dari negara kita sendiri tahun 2001 - 2004.

Bagaimanakah pendapat Anda, apakah ada yang bisa membantu memecahkan masalah ini? Siapa tahu dari negeri kita telah ada talenta pemimpin wanita kelas dunia yang akan menjadi Presiden RI periode 2014 setelah pakSBY lengser (kalau tidak ada penambahan jatah tentunya).
Mungkin saja di antara anda pembaca (wanita) yang budiman bisa menjadi Presiden namun karena ada sesuatu hal (seperti pernyataan ustad Yusanto ini misalnya) terpaksa mengurungkan niat, atau batal menjadi presiden karena terbentur masalah dan ketentuan syariat seperti yang dijelaskan oleh Ustad kita Ismail Yusanto.
Semoga ada yang dapat membantu memberi penjelasan yang tepat dan konstruktif bagi kita semua.

wasalam

abang geutanyo [at] Kompasiana
Open Comments

Posting Komentar untuk "Syariat Islam Soal Wanita Pemimpin Negara, Bagaimana Sebetulnya?"