Klarifikasi Surat Terbuka Marzuki Alie
Tulisan ini dibuat oleh ketua DPR, Marzuki Alie menanggapi tulisan-tulisan di media yang memelintirkan beberapa pernyataannya. Mudah-mudahan tulisan ini benar-benar menjadi pencerahan di masa depan. Tulisan ini juga menjadi opini pembanding dari berita massive yang menyudutkan Marzuki Alie.
Mohon maaf, sebelumnya saya tidak membaca tulisan Ibu Linda di Kompasiana. Terlalu banyak media kita saat ini, sehingga sulit sekali saya untuk memilih dan memberikan prioritas karena semuanya penting, disamping kesibukan untuk menyelesaikan tugas rutin sehari-hari. Setelah ada waktu senggang dalam masa reses ini, saya baru membuka tulisan tersebut setelah beberapa teman mengirim sms yang sama. Saya tidak suka berpolemik di media, namun karena respone yang besar dari pembaca, maka izinkan saya sesuai dengan UU Pers, untuk menjelaskan kepada public sebagai bentuk implementasi Hak Jawab atas berbagai tulisan yang menurut pendapat saya perlu diklarifikasi.
Saya memahami, bahwa kualitas Demokrasi sangat ditentukan sejauh mana partisipasi public terlibat dalam perdebatan perdebatan yang sehat dan konstruktif. Namun apabila perdebatan tersebut diisi dengan penghinaan penghinaan/ hujatan dengan bahasa yang tidak pantas dari response public, saya prihatin bahwa Demokrasi yang ingin kita bangun tersebut masih jauh dari harapan. Demokrasi harusnya tetap mengedepankan ajaran agama sebagai payung dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana dimaksud dalam sila pertama Pancasila. Manakala agama ditinggalkan, demokrasi diisi dengan hujatan-hujatan, mungkin kita perlu mengevaluasi kembali, perlukah demokrasi sebagai jalan menuju kesejahteraan rakyat.
Menjadi Ketua DPR bukan cita-cita yang ada dalam pikiran saya, semuanya mengalir saja menjalani dinamika kehidupan yang telah digariskan Allah SWT. Saya lahir dan besar bukan dalam lingkungan politisi, tapi saya diajarkan untuk berlaku lugas dan berani dalam menegakkan ammar ma’ruf nahi munkar sesuai kepercayaan saya. Berbuat semaksimal mungkin demi kemaslahatan ummat. Bagi saya jabatan adalah amanah, saya pernah sebagai PNS dalam lingkungan Departemen Keuangan dan minta berhenti karena saya menganggap tidak bisa memberikan banyak kebaikan, saya juga pernah sebagai direktur BUMN, gaji besar dan fasilitas banyak, lebih sejahtera dari sekedar Ketua DPR, namun saya juga meminta berhenti karena saya menganggap tidak bisa berbuat lebih banyak lagi, unsur politik terlalu dominan sehingga profesionalisme sudah tidak berguna lagi. Sekali lagi saya katakan, “semuanya itu saya minta berhenti dan bukan diberhentikan”. Saya berhenti dari Direktur BUMN masuk Partai Politik, tidak karena mendapat jabatan atau janji mendapat jabatan, tapi saya berjuang dalam satu partai yang baru yang didirikan SBY demi suatu perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Nasib yang membawa saya menjadi Ketua DPR, dalam situasi Demokrasi yang masih mencari bentuk. Ketua DPR tidak memiliki jabatan Komando, tidak bisa memerintah, tidak bisa memberi reward dan funishment. Di DPR ada 9 Fraksi, semua memiliki hak konstitusional, atasan mereka adalah Pimpinan Partai. Ketua DPR hanya sebagai speaker / Juru bicara dari Lembaga. Namun saya sampaikan kalau saya tidak bisa bermanfaat maka tanpa disuruh saya akan berhenti. Agar saya memberi manfat banyak cara diberikan Allah yaitu dengan kecerdasan yang ada pada kita. Nabi memberikan tauladan siddiq, amanah,tabligh dan fathonah. Oleh karenanya seringkali langkah dan tindakan saya sangat controversial dalam lingkungan yang sudah mapan. Saya bukan anti kemapanan, tapi saya anti kemapanan di atas penderitaan rakyat. Saya bisa menikmati jabatan Ketua DPR dengan cara menyenangkan banyak pihak, berbicara normative, penuh dengan lipstick, kemasan yang bagus, bahasa yang halus. Insya’allah semua itu bisa saya lakukan, karena saya dilahirkan dan dibesarkan dalam kultur yang agamis dan budaya timur yang tinggi. Dengan cara tersebut, maka suara saya terdengar manis, Citra saya pasti positif, namun jelas tidak akan memberikan manfaat apa apa demi kepentingan rakyat yang kita cintai. “Gone with the Wind” Namun hidup adalah pilihan, berbuat atau tidak berbuat. Berbuat tentu ada konsekwensi suka, tidak suka, senang dan tidak senang. Tidak berbuat bisa saja, menikmati Jabatan sampai berakhir tanpa hasil nyata.
Ibu Linda yang saya hormat,
Ibu Linda mempersoalkan banyak hal yang membuat Ibu gundah, sakit hati. Tapi sayangnya Ibu tidak mempelajari bagaimana mekanisme kerja di DPR, bagaimana fungsi dan kewenangan Pimpinan DPR. Andai ibu memahami, pasti ibu akan menyesali tentang surat terbuka tersebut. Saya siap berdiskusi, kantor saya terbuka dengan siapapun. Ibu boleh Tanya, bagaimana Ketua DPR yang sekarang dibandingkan dengan yang sebelumnya, apakah sulit ketemu Marzuki Alie. Yang masuk ruangan saya dari kaum sarungan orang kampung sampai yang berpola hidup kota, dari yang naik ojek sampai naik mercy, tidak ada diskriminasi karena semuanya rakyat Indonesia yang saya wakili. Namun karena sudah menyentuh harga diri dan kehormatan, saya wajib meluruskan keluhan Ibu Linda tersebut. Apabila penjelasan ini dianggap berlebihan, saya mohon maaf, semuanya saya serahkan kepada Alah SWT
MASALAH GEDUNG BARU DPR
- Saat saya masuk DPR, semua sudah diputuskan oleh DPR periode lalu, dengan komitmen anggaran yang telah disetujui Menkeu yaitu rp.250 milyar th.2010; rp.800 milyar th.2011; rp.750 milyar th.2012; total rp.1,8 Triliun. Desain dan Perencanaan Gedung sudah diselesaikan. Tugas saya adalah melanjutkan untuk diserahkan ke Sekjen DPR selaku Kuasa Pemegang Anggaran, yaitu Pejabat yang berwenang membuat komitmen untuk proses pelaksanaan pengadaan Gedung tersebut.
- Kalau saya tidak peduli sama sekali, saya tutup mata, semua akan berjalan tanpa ada protes, complain. Kalaupun ada, saya bisa berkelit, itu bukan tanggung jawab saya, semuanya bisa dibuktikan secara legal dengan dokumen yang sudah lengkap.
- Gedung tersebut memang diperlukan, tidak mungkin saya jelaskan di sini, tapi buka saja www.dpr.go.id, sejalan rencana strategis DPR untuk menjelmakan DPR sebagai lembaga kredibel pada th.2014.
- Banyak anggota DPR yang berkomentar negative menolak Gedung tsb, tapi itu diluar kebijakan Fraksi / Partainya. Untuk diketahui,Ketua DPR tidak berhak setuju atau tidak setuju untuk membangun Gedung tersebut. Keputusan meneruskan pembangunan Gedung tersebut ditetapkan secara aklamasi oleh BURT dimana anggotanya diwakili oleh seluruh Fraksi. Karena keputusan BURT dianggap masih belum mewakili Fraksi, maka saya dan pimpinan lainnya minta rapat konsultasi dengan BURT, Tim Teknis dan semua Pimpinan Fraksi.
- Dalam rapat tersebut Saya tegaskan bahwa apabila ada satu saja fraksi yang tidak setuju untuk melanjutkan gedung tersebut, maka pembangunan gedung tersebut akan dibatalkan. Artinya keputusan tersebut harus aklamasi dan tidak akan dilakukan voting sebagaimana dalam pengambilan keputusan lainnya. Kesimpulannya, 100% seluruh fraksi setuju untuk melanjutkan pembangunan gedung tersebut pada tahun 2011. ini bukan keputusan Marzuki Alie selaku Ketua DPR, Ketua DPR hanya mengkoordinasikan dan Juru bicara. Masalahya manakala berbicara di media, ada saja anggota fraksi yang masih mengatas namakan Fraksi menyatakan tidak setuju,lalu dimana etikanya. Inilah yang saya katakan politik mencari muka.
- Dengan berbagai cara tanpa merubah desain dan konstruksi, kami sudah menekan biaya tersebut saat ini sudah menjadi Rp.1,3 Trilliun. Artinya sudah ada usaha kami menekan anggaran rp.500milyar. Perlu saya infokan, yang menghitung rencana biaya tersebut adalah Konsultan yang ditunjuk oleh Sekjen DPR bersama wakil Pemerintah yaitu staf sekjen DPR dan Tenaga Teknis dari Kementerian PU. Anggota BURT sebagai orang politik tidak mampu bagaimana menghitung biaya gedung tersebut, namun hanya mengawasi pelaksanaannya.
- Mudah-mudahan nantinya saat dilaksanakan, harga bisa ditekan mencapai harga normal yang dapat dipertanggungjawabkan.
MASALAH DANA ASPIRASI DAN RUMAH ASPIRASI
- Usulan Dana Aspirasi dan Rumah aspirasi oleh anggota DPR, dibilang merampok uang rakyat. Inilah Pendapat LSM dan masyarakat percaya. Karena sudah demikian massivenya berita dan kita tidak mampu melawan media, program tersebut kita hentikan, Namun pada dasarnya masyarakat sendiri yang merugi.
- Pada dasarnya usulan tersebut adalah memberikan ruang bagi anggota DPR untuk memenuhi sumpahnya tatkala dilantik yaitu untuk memperjuangkan aspirasi rakyat.
- Selama ini dirasakan, anggota DPR tdk ada ruang sama sekali untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat berkaitan dengan anggaran. APBN disusun oleh Pemerintah, DPR hanya membahas, mengesahkan atau menolak dan tidakbisa mengusulkan program sesuai aspirasi masyarakat.
- Saya memberikan ilustrasi; Tatkala Kunker di dapil saya, ada usulan program pembangunan jembatan. Usulan tersebut sebelum diusulkan melalui Pemda setempat, terlebih dahulu dibahas di rumah aspirasi oleh semua anggota DPR dapil tersebut lintas partai, sehingga tidak ada lagi istilahnya perjuangan masing-masing partai. Apabila program tersebut disetujui oleh seluruh aanggota DPR Lintas Partai dapil tersebut, maka program pembangunan jembatan tersebut disampaikan kepada Pemerintah daerah, untuk diusulkan dalam musrenbang sebagai program usulan anggota DPR dari dapil tersebut. Seterusnya masuk APBN. Pelaksanaannya seperti biasa oleh Pejabat eksekutif. Inilah yang dinamakan Dana aspirasi dan rumah aspirasi, coba dipikir bagaimana merampoknya. Namun karena banyaknya pandangan negative dari Pengamat dan media, maka rencana tersebut dibatalkan saja. Akhirnya yang rugi adalah rakyat juga yang tidak dapat mengusulkan langsung melalui wakilnya yang ada di DPR. Kenapa ide tersebut muncul, karena bertahun tahun rakyat melapor kepada Pemerintah setempat, tidak pernah ada tindak lanjutnya. Niat DPR tulus, tp karena dianggap merampok, lebih baik disetop saja.
MASALAH MENTAWAI
- Berita tersebut hanya ditulis oleh satu media online, kemudian karena berita tersebut menarik, dikutif secara berantai oleh seluruh media tanpa menyebutkan sumber berita, seolah-olah menggambarkan bahwa pernyataan saya tersebut didengar oleh seluruh media. Tidak ada alasan bagi seorang Marzuki Alie untuk mengklarifiksi karena semua media mendengar langsung, sudah pasti Marzuki Alie yang salah tidak mungkin semua media salah mencatat pernyataan tsb. Ada etika dalam menulis, dengan menyebutkan sumber berita, sehingga kita tidak salah dalam mendiskusikan berita tersebut. Sekali lagi saya sampaikan keprihatinan saya.
- Wawancara tsb doorstop, sifatnya dadakan saat saya datang ke DPR, hanya ada tidak lebih dari 4 media cetak, tidak ada media elektronik, karena sedang masa reses. Saya ke kantor karena sehari-hari selalu ada surat masuk yang harus saya selesaikan dan juga tamu tamu dari Kedutaan yang sudah terjadwalkan. Ada satu wartawan yang belum saya kenal, informasi tersebut dari wartawan media yang sama, bahwa yang bersangkutan belum kenal dekat dengan saya. Berita tersebut dibuat oleh yang bersangkutan. Wawancara doorstop, akan mempunyai nilai berita, apabila sudah ada chemistry antara yang membuat berita dan yang memberitakan, karena pertanyaan singkat, jawabnya juga singkat. Oleh karenanya klarifikasi itu menjadi hal yang sangat penting, Apa yang ada dalam perkataan dan pikiran sudah tentu tidak mungkin bisa dipahami dalam kalimat yang terpotong potong. Oleh karenanya, dialogue menjadi suatu hal yang sangat penting. Masalahnya berita itu muncul tatkala saya tidak berada di tempat, saya beberapa hari berada di daerah di luar jangkauan media karena satu dan lain hal urusan yang tidak dapat diwakili.
- Andaikan mereka semua adalah wartawan yang sudah lama di DPR, saya yakin mereka tau mana yang statemen dan mana sifatnya kami guyonan, karena pada dasarnya kami sudah bergaul cukup lama dan rata-rata mereka tau karakter saya, bersahabat seperti saudara kadangkala diselingi guyon dan kalau serius pasti bicara to the point,. Saya juga manusia biasa yang perlu kehidupan sebagaimana masyarakat umum, apalagi itu masa reses. Namun walau guyonan saya berusaha untuk berhati hati, karena saya tau saat ini saya berada di wilayah politik dimana pers sangat liberal di dalam menyampaikan berita. Puluhan tahun saya sebagai professional, saya tidak perlu berpikir dampak politis, yang penting rational, memberikan solusi dan dapat dipertanggungjawabkan.
- Mohon maaf juga tentang response saya melalui sms, karena begitu banyaknya sms yang masuk menghujat tanpa klarifikasi, seolah saya ini sedemikian asocial tidak berempati. Alangkah indahnya kalau surat tersebut ibu kirim ke saya dan kalau saya tidak meresponse, tentunya terbuka peluang Ibu untuk menyampaikannya ke public.
- Substansi berita tersebut adalah bagaimana Penguasa harusnya peduli terhadap masyarakat yang hidup dan tinggal di daerah yang setiap saat selalu terancam nyawanya dan terancam harta bendanya. Seringkali setelah kejadian, baru terpikirkan dan seringkali pula kita menggampangkan seolah hilangnya nyawa karena sudah takdir tanpa ada usaha untuk menghindarinya. Tidak hanya di Mentawai, namun Gunung Merapi dan tempat tempat lainnya. Pemerintah mempunyai hak untuk memaksa rakyatnya pindah demi keselamatan ybs.
- Dalam kaitan pernyataan saya, Kita semua tahu, Pulau Mentawai masuk zona gempa, dalam” ring of fire”, sudah pasti suatu saat akan terjadi resiko gempa dan berpotensi tsunami. Beberapa tahun terakhir, sudah terjadi beberapa kali gempa, namun tidak diikuti dengan tsunami. Namun kita tetap tidak peduli. Kalimat saya sederhana. Konsekwensi masyarakat tinggal di Pantai dalam wilayah gempa, pasti resiko tsunami. Oleh karenanya dipikirkan utk direlokasi jangan lagi terjadi korban jiwa yang sia sia … … adakah kalimat yang salah dengan ucapan tersebut.
- Intinya Pemerintah Daerah sudah tahu bahwa itu daerah berbahaya, harus segera bertindak untuk memindahkan / merelokasi ke tempat yang aman dari kemungkinan tsunami.
- Pasca bencana, saat rekonstruksi/ rehabilitasi nantinya, bangsa kita mudah pelupa dan suka gampangan. APBN mengucur, dana bantuan mengalir, lalu bangun kembali di tempat yang sama, padahal tahu bhw daerah tersebut akan datang tsunami lagi. Artinya akan ada korban jiwa lagi, karena secanggih apapun alat peringatan dini, karena ada yang jahil dicuri, petugas malas/lalai, alat rusak tidak diperbaiki atau mungkin penduduknya sendiri yang lupa karena didera kemiskinan. Walaupun mereka bisa selamat dengan adanya peralatan canggih dan sosialisasi yang baik, tapi jelas harta mereka tetap tidak terselamatkan. Ini penyakit selama ini dan akan berulang terus bila tidak peduli.
- Alhamdulillah, walau saya dihujat, pesan saya tersebut sudah didengar Pemda untuk merelokasi ke tempat yang tinggi. Tapi, jangan lupa buatkan juga akses jalan ke laut agar mereka tetap bisa melaut. Justru saya dengar sudah ditetapkan daerah relokasnya.
- Kalau sudah tidak ada lagi tempat yang aman di Mentawai, ikutkan mereka program transmigrasi, masih banyak pulau yang kosong dan aman dari gempa atau tsunami. Banyak transmigrasi yang sukses, asal kita semua komit untuk membangun demi kesejahteraan rakyat, bukan rakyat menjadi objek pembangunan. Mudah2an menjadi clear.
Apabila ada hal lainnya, silahkan hubungi HP saya 0811715402, yang saya pegang sendiri sejak pertamakali saya punya HP. Ini lebih baik, memudahkan saya berkomunikasi dengan rakyat. Kalau anda sampaikan sulit mendapatkan HP saya, menurut saya terlalu dilebihkan, cukup bertanya dengan wartawan yang mangkal di DPR pasti dengan mudah memperoleh nomor tersebut.
Banyak hal yang saya lakukan, jelas kontroversial, tp bermanfaat untuk bangsa. Ada 10 dosa saya selama memimpin DPR menurut pengamat dan media, yang beredar di seluruh media online, saya ajak mereka membicarakan secara terbuka secara langsug, tidak satupun yang bersedia. Ini artinya demokrasi kita hanya terbatas pada keberanian berbicara di media tp tidak berani mempertanggung-jawabkan secara profesionl.
Saya terpaksa menulis surat ini juga secara terbuka, karena kerusakan sudah luar biasa, response public sangat menusuk perasan, anak saya juga terganggu belajarnya. Kalau Ibu Linda ingin tahu tentang kehidupan saya, silahkan dicari apa yang telah saya lakukan kepada masyarakat selama ini, apakah kehidupan saya glamour atau hura-hura, atau sebaliknya. Namun surat ini tidak mungkin selengkap seperti apa yang ada dalam pikiran ini, karena keterbatasan ruang dan waktu.
Ada pepatah mengatakan, kalau takut diterpa ombak jangan berumah dipinggir pantai, saya sampaikan sebelum bicara serius menjawab pertanyaan teman teman media, sebagai guyonan sambil ngomong-ngomong bahwa kawan kawan pasti sepi berita karena sedang reses, sambil menepuk bahu teman teman media yang jumlahnya hanya beberapa orang, hanya media cetak. Tidak seperti biasa jumlahnya banyak dari seluruh media cetak dan elektronik. Namun justru obrolan itu yang dikutif, bukan substansi pertanyaan yang saya jawab yang dikutif. Makna pepatah tersebut sangat luas. Kalau takut dikritik oleh masyarakat, jangan menjadi pejabat public. Kalau pejabat tidak peduli, siap siap dicaci maki masyarakat Juga dengan saya, kalau takut dicercah lebih baik tidak bersuara. Kalau takut dihujat, tidak usaha berbuat sebagai Ketua DPR. Semua punya konsekwensi.Pepatah itu tidak ada kaitan dengan pertanyaan atas bencana. Kalau wartawan yang sudah tahu dengan saya, biasanya minta penegasan kalau ada yang tidak jelas.
Mohon maaf kepada semuanya, mudah mudahan ini membuat jalan yang terang ke depan. Saya memohon dukungan, karena sulitnya jalan yang dilalui penuh kerikil tajam, jurang dan berbukit bukit, semoga Allah selalu memberi perlindungan kepada kita semua dan bangsa ini. Aaamiin!
Open Comments
Close Comments
Posting Komentar untuk "Klarifikasi Surat Terbuka Marzuki Alie"
Komenlah dengan bijak
Curhat Cinta