Lelaki Melankolik [Real Story]
Aku akui, aku seorang pria yang nakal. Mungkin ada sepuluh tahun di dalam hidupku yang aku habiskan bermain perempuan sebelum akhirnya menikah. Tak terhitung jumlah uang yang aku keluarkan untuk biaya hidup seperti itu. Saat itu memang kondisi keuanganku sangat stabil dan pemasukan yang besar.
Sebenarnya aku baru mengenal wanita ketika aku baru masuk kuliah. Saat itulah aku merasakan yang namanya cinta. Tapi singkat cerita, aku dikhianati oleh wanita itu dan aku kecewa teramat dalam. Terpuruk sangat dalam.
Beberapa tahun kemudian, aku mencoba membuka hati kembali. Kenalan lewat FB dengan seorang wanita cantik dan kucintai. Tapi setelah kami pacaran bertahun, akhirnya terpaksa putus karena orang tua. Masalah status. Klise dan sangat konservatif.
Di sisi lain, ortu terus mendesak untuk menikah. Mereka takut aku bakal menghabiskan uangku ke hal-hal yang tidak berguna atau bahkan berbahaya. Hingga akhirnya aku mengenalkan wanita kedua, juga ditolak oleh orang tua karena pendidikannya yang rendah. Status sosial yang rendah dan tidak ber ayah pula.
Ada beberapa wanita yang memang benar-benar kupacari di kemudian hari. Ada yang memang hanya untuk have fun bareng. Dan tak sedikit yang ku bayar untuk memuaskan kehendakku. Percaya atau tidak, aku jadi hyper, tapi bukan maniak.
Dalam setiap menjalin hubungan, yang kutanya dalam benakku bukanlah apa aku mencintainya. Yang kutanya adalah, apa orang tua akan menerimanya. Sungguh aku tidak berani melawan orang tua. Karena aku paham kalau dalam agama, restu tuhan itu restu orang tua. Di sini pergelutan yang paling sering kualami. Aku tidak pernah bisa memutuskan apapun, meski sebenarnya aku punya kuasa.
Akhirnya pada suatu hari aku dikenalkan dengan seorang anak saudara kami. Belum pernah ketemu. Dan dia sama sekali bukan tipeku. Bahkan untuk pacaran saja aku ogah dengan wanita seperti dia. Aku lelaki melankolik. Suka wanita yang ayu, berambut panjang, kulit kuning langsat, penurut dan bersuara lembut.
Kami akhirnya menikah dengan pesta yang sangat meriah dan megah. Aku tahu kalau neraka bisa saja telah dibentangkan di depanku, tapi hatiku terus berharap agar pernikahan ini jadi surga duniaku.
Istriku ini adalah putri dari orang penting dan berkedudukan. Jadi di sini sebenarnya aku sudah tahu motif orang tuaku menjodohkan kami. Alasannya agar persaudaraan tidak terputus. Tapi selebihnya, pembaca pasti tahu lah. (atau mungkin ini pikiran negatif saya aja).
Malam pertama berlalu dengan sangat hambar. Pun diikuti hari-hari berikutnya. Minggu-minggu. Bulan-bulan dan tahun-tahun berikutnya. Berulang kali kami berusaha cerai, tapi tetap di mediasi orang tua agar tidak cerai. Aku merasa dia juga tidak mencintaiku. Mungkin kadarnya saja yang berbeda. Aku mencintai dia 40% sementara cintanya padaku 65%.
Pertengkaran fisik pun sering terjadi, meski sebagai lelaki aku tak pernah tega untuk memukulnya dengan tenaga lelaki. Tetap ada pertimbangan agama, hukum, adat dan secuil harapan perubahan ke depannya.
Empat tahun berlalu pernikahan kami. Dikaruniai dua anak. Sepasang putri dan pangeran. Tapi kebahagiaan beristri sama sekali tak pernah kurasa. Iri banget rasanya ngelihat orang bisa mesraan dan bermanja-manja. Makanya kalau iklan spring bed itu katanya milih springbed itu kayak milih istri. Berarti spring bed ku pun harus dicarikan orang tuaku.
Dear Reader. Menikah tanpa cinta itu bagai neraka.
Bersambung..
Open Comments
Close Comments
Posting Komentar untuk "Lelaki Melankolik [Real Story]"
Komenlah dengan bijak
Curhat Cinta